Selasa, 22 Maret 2011

Waktunya Berlalu

Senja kini menghampirimu
menebar kasih dalam elok cintamu
meneteskan sayang dalam segenggam rasa
aku percaya
mustahil dusta kau beri

hari senja untukmu
dihiasi suka, duka
aku percaya
senjamu tak mungkin lagi menjadi pagi

aku tahu
senjamu kan jadi malam
malam yang begitu akan pekat
hingga gelap

rasa yang kau genggam
asa yang kau punya
amanah yang Dia titipkan padamu
menjadikan aku mengerti
bahwa engkau patut aku hormati

Minggu, 20 Maret 2011

Cinta Alumni Pondok


Dua tahun berlalu setelah ku tinggalkan pondok di Tasikmalaya, rasa rinduku dan kadang ingin selalu kembali ke pondok selalu ada. Tapi saat ini keadaan itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Ya sudahlah, mungkin memang hidupku harus ku lanjutkan di kota kembang ini, Bandung. Meninggalkan kebersamaanku dengan teman-teman terkasih, dengan guru-guru tercinta, meninggalkan suasana di pondok, mengaji bersama, bercanda, bermain, kadang berantem seorang perempuan yang ya,,, adu mulut seperti itulah. Tapi tak hanya itu, yang begitu terasa kutinggalkan adalah cinta pertamaku di sana.  Mungkin terasa asing untuk seorang alumni pondok yang jatuh cinta saat mencari ilmu, tapi ku rasa itu sebuah hal yang lumrah terjadi.
Tak pernah ada keinginanku untuk melupakan cintaku itu, cinta yang tak pernah terbalas dari mulai ku berada di pondok hingga dua tahun setelah ku meninggalkan pondok.  Tapi walaupun begitu, hubungan kami selalu baik-baik saja, dia selalu membantuku saat ku mengalami susah, saat ku memerlukan bantuan.
“Ceu, tau nggak? Wiwi suka sama seseorang di sini. Hehe...” ceritaku pada Fera, salah satu sahabat terdekatku di  pondok.
“Suka seseorang? Siapa Wi?” tanya Fera penasaran
Senyum mengembang dari bibirku saat Fera bertanya seperti itu, seolah dia terbayang saat apa yang berhubungan dengannya terngiang di telingaku.
“Hmm... J dia begitu sempurna untuk Wi miliki, untuk Wiwi cintai, hehe... orang dekat koq.” jawab ku dengan nada yang membuat Fera harus penasaran
“Ia, siapa? Ayolah... aku kan sohib mu...” rayu Fera padaku
“Oh... tidak bisa... hehe” candaku  lagi
“Ah Wiwi, gimana sih? Aku tebak deh...” jawab Fera dengan nada yang sedikit melemah.
“Oke, siapa coba?” candaku yang terus-terusan membuat Fera penasaran
“Paling kamu suka sama cowok perfect yang kakak kelas kita kan? ” tanya Fera lagi
“Udah ya... Wi mau ada perlu dulu, dah Fera.” Aku berlalu meninggalkan Fera yang melongo sendiri dengan wajah yang masih penasaran. Aku hanya masih takut jika harus ada orang yang tahu tentang perasaanku padanya, bukan karena aku takut dia tidak menyayangiku juga, tapi aku takut karena aku yang begini adanya.
Sore harinya, ku pulang dengan wajah lemas, badanku serasa tidak enak dan harus segera ku istirahatkan. Sesampainya di kost-kostan baru saja ku akan mengambil kunci kamar, tiba-tiba...
“Wi, baru pulang?” tanya seseorang dari belakang,
Aku merasa mengenali suara ini, suara,,, Idrus? Apa mungkin dia? Tapi ngapain dia di sini? Cepat-cepat ku menoleh ke arah suara itu dan ternyata benar, Idrus.
“Habis dari mana?” tanya Idrus lagi
“Ehmm... dari... dari... ” aduh kenapa aku jadi grogi begini sih? Hello.. Wiwi... what happen with you?
“Wi? Are you ok?” tanya Idrus kembali
“Ehm.. nggak,, nggak apa-apa koq, eh ia baru pulang ni, Idrus lagi apa di sini?” jawabku sekenanya
“Nganter Daus ni ke pacarnya” jawab Idrus
“Oh, hmm... Wi masuk dulu ya!” ku kembangkan senyum terindahku sambil berlalu meninggalkan dia sendiri.
Cepat-cepat ku masuk kamar dan merebahkan diri di kasur, Ya Allah... kenapa dia ada di sini? Tapi... senang juga sih J.. dan tanpa sadar ku terlelap tidur masih dengan pakaian yang tadi ku kenakan saat pergi, walau dengan bau keringat yang masih menempel.
Beberapa menit ku terlelap tidur, tiba-tiba pintu kamar kostku terdengar diketuk dari luar, hufft... siapa sih? Masih ngantuk ni! Nggak tau apa kalau Wi capek? Nyebelin banget sih... ku beranjak dari tempat tidur kecilku dan membuka pintu, hmm...
“Wiwi... hehe.. bangun tidur ya? Ih jorok, nggak mandi ya? Dari tadi bajunya itu terus.” cerocos Fera sambil masuk ke kamar kostku. “Wi tahu nggak? Idrus kabarnya suka someone, alumni pondok juga....”
Hah?!? Suka seseorang? Siapa? Alumni pondok juga? L
“... Wi, WIWI?!? Kenapa sih?” tanya Fera penasaran
“Nggak, I.. I.. Idrus suka siapa?” tanyaku terbata-bata dan dengan nada sedikit sedih.
“Kurang tau juga sih siapa, cuman menurut info yang bisa dipercaya Idrus suka sama perempuan berkaca mata yang pintar. Tapi... kan banyak alumni pondok yang pintar terus pake kacamata. Menurutmu siapa?” tanya Fera
Perempuan alumni pondok berkacamata dan pintar? Ah... aku semakin ciut dan semakin takut, ku yakin bukan aku! Apa mungkin Selly? Atau Dewi? Hiks hiks... menyedihkan kisahku ini!
“Oia, Wi katanya kamu suka someone, siapa? Cerita donk!” rayu fera lagi
“Nggak ada, tapi Wi mau tanya ni, kalau misalnya Wi suka Daus gimana?” tanyaku ragu-ragu
“WHAT? Kamu suka Daus? Apa kabarnya dunia Wi? Bisa-bisa hancur nih dunia.” kata Fera dengan nada kaget dan suara agak keras.
“Kenapa? Cuma perumpamaan aja koq, gimana? Cocok nggak?” tanyaku kembali
“NGGAK!!! Mending ke Idrus aja, kalau mau, aku deh yang jadi emak comblangnya, nggak apa-apa, ikhlas Fera mah walau harus jadi emak comblang. Jangan Daus!” cegah Fera.
“Kenapa? Memangnya ada yang salah kalau Wi suka ke Daus?” aku semakin bertanya-tanya.
“Wi! Daus suka sama someone, Fera nggak mau liat Wi sedih!” tanya Fera dengan nada sedih
“Someone? Siapa? Wi nggak tau, apa mungkin dirimu? Hehe J” tanyaku dengan nada menggoda dan iringan senyum.
“Heh... nggak, aku nggak suka sama Daus.” jawab Fera dengan malu-malu.
“Ngaku aja Fer, nggak apa-apa koq, maaf tadi Wi cuma iseng aja.”
“Wi, sebenarnya Wiwi suka sama siapa?”
“Nggak, udah ah... Wiwi hanya bisa menyimpan perasaan itu aja Fer, nggak mungkin juga dia suka ke Wiwi yang gini adanya,” jawabku lemah
“Wi, perasaan itu mesti diungkapin! Jangan putus asa gitu donk!”
“kamu benar Fer, tapi sayang, Wi belum bisa untuk ungkapin perasaan Wi ini. Wi cuma bisa simpan aja, biarlah waktu yang menjawab semua ini, memberitahukan pada dunia tentang perasaan Wi ini.” Ceritaku dengan nada sedih.
“udah Wi, ada aku di sini, siap sedia menemanimu, smile donk! Tenang, nggak salah koq kamu suka doi, mungkin waktu aja yang belum bisa menjaabnya. Semua akan indah pada waktunya! gitu kan?” hibur Fera
“Ia Fer, makasih banyak, kalaupun aku tak berjodoh dengan dia, mungkin aku kan dapetin tang jauh lebih baik dari dia, siapapun itu. J” jawabku
“Nah gitu donk!!”
Aku memang sedih, tapi aku tak ingin terpuruk karena sedihku ini, benar, hari ini cintaku masih bertepuk sebelah tangan, masih perlu waktu untuk bisa menjawab ini semua. Kan ku simpan dalam peti hati emas.

Cinta pertama

Cuma karena hati ini harus terisi dan rasa haruslah cinta, maka kerap kali manusia berlari dan mencari, entah apa...
Cuma karena sepi diartikan mati dan luka tak boleh ada, maka manusia berpikir sudah menemukan, entah apa...
Padahal aku lelah dan aku telah sampai di mana aku menoleh dan menyadari, aku tak pernah menemukan apa-apa
Dan bahwa seumur hidupku aku hanya pura-pura berharga.

Kau tak akan mengerti
Bagaimana kesepianku menghadapi kemerdekaan tanpa cinta
Kau tak kan mengerti segala lukaku
Karena cinta telah sembunyikan pisaunya
Membayangkan wajahmu adalah siksa
Kesepian adalah ketakutan dan kelumpuhan
Kau telah menjadi racun bagi darahku
Apabila aku dalam kangen dan sepi
Itulah berarti
Aku tungku tanpa api




Senin, 14 Maret 2011

sepasti

tak pernah sepasti dan semau yang  diinginkan, kesedihan selalu datang saat sendiri...
mencoba menatap langit di kala hujan turun
mencoba melihat bintang saat malam kian berlalu
meresapi peristiwa kasih yang tak mungkin terulang
bayang tak akan hilang
saat hati tak ingin berpaling
walau mata harus tertutup

Rabu, 09 Maret 2011

Tapi Tak Ada

Terlukis kasih sejati
memendam rindu
tak pernah terisi lagi
ketika wadah jatuh dan tertinggal

Tiupan angin kehilangan
menusuk kalbu terdalam
hilang tapi terpatri
angin mengisi kembali wadah itu

semua tak berdiri
semua tak berhembus
terkapar lagi
semua mati